Senin, 23 Maret 2015

SEMIOTIKA

Teori Semiotik
(Tugas Makalah Kuliah Ilmu Sastra Umum)


Oleh
Abdul Basir         (147835031)
Iva Nurchorisa    (147835019)


UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
PROGRAM PASCASARJANA
PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
2015
KAJIAN TEORI SEMIOTIK

A.      Fakta Semiotik
a)      Sejarah Perkembangan Semiotika dari Masa ke Masa
Perkembangan semiotika (ilmu tentang tanda) sudah dimulai dari zaman kuno, abad pertengahan, zaman renaissance, dan memasuki zaman modern. Adapun perkembangan semiotika tersebut, penulis jabarkan sebagai berikut:
a. Zaman Kuno
Para ahli semiotika yang hidup pada zaman kuno ini antara lain Plato (427-347 SM), Aristoteles (384-322 SM), kaum Stoic (300-200 SM), dan kaum Epicureans (300 SM-abad pertama Masehi)
1) Plato (427-347 SM)
Menurut Plato, semiotika adalah tanda-tanda verbal alami atau yang bersifat konvensional di antara masyarakat tertentu, hanyalah berupa representasi tidak sempurna dari sebuah ide, kajian tentang kata-kata tidak mengungkap hakikat objek yang sebenarnya karena dunia gagasan tidak berkaitan erat dari representasinya yang berbentuk kata-kata, dan pengetahuan yang dimediasi oleh tanda-tanda bersifat tidak langsung  dan lebih rendah mutunya dari pengetahuan yang langsung.
2) Aristoteles (384-322 SM)
Semiotika menurut Aristoteles adalah tanda-tanda yang ditulis berupa lambang dari apa yang diucapkan, bunyi yang diucapkan adalah tanda dan lambang dari gambaran atau impresi mental. Gambaran atau impresi mental adalah kemiripan dari objek yang sebenarnya, dan gambaran mental tentang kejadian atau objek sama bagi semua manusia tetapi ujaran tidak.


3) kaum Stoic (300-200 SM)
Menurut Bochenski (1669), Kaum Stoic memiliki pemikiran  mengenai teori tentang tanda yang mengaitkannya pada tiga komponen pembentuknya, yaitu material atau penanda (signier), makna atau petanda (signified), dan objek eksternal. Penanda dan objek didefinisikan sebagai entitas material, sedangkan makna  dianggap sebagai sesuatu yang diinkorporasikan atau dimasukan ke dalamnya. Tanda dibagi menjadi tanda commemorative dan indicative.
4) kaum Epicureans (300 SM-abad pertama Masehi)
Teori yang terkenal dari kaum ini adalah epistemiologi materialistis, yaitu segala sesuatu yang kita rasakan adalah kesan yang diperoleh pikiran kita lewat gambaran atom dari permukaan suatu objek yang nyata, atau dengan kata lain dari materi ke konsep. Jadi, bahwa tanda sebagai data alamiah mempresentasikan sesuatu yang tak dapat dilihat atau ditangkap secara indrawi.

b. Abad Pertengahan
Ciri utama pada zaman abad pertengahan adalah masa keemasannya filusuf Kristiani, terutama Kaum Patristik dan Skolastik. Pada abad ini perkembangan filsafat bahasa meuju pada dua arah, yaitu dengan ditentukannya gramatika  sebagai pilar pendidikan bahasa Latin serta bahasa Latin sebagai titik pusat seluruh pendidikan. Kedua, sistem pemikiran dan pendidikan filosofis pada saat itu sangat akrab dengan Teologi, maka analisis filosofis diungkapkan melalui analisis bahasa.
Pendidikan abad pertengahan dibangun dalam tujuh sistem sebagai pilar utamanya dan bersifat liberal. Ketujuh dasar pendidikan liberal tersebut dibedakan atas Trivium (tata bahasa, logika, serta retorik) dan Quadrivium (aritmatika, geometrika, astronomi, dan musik).

c. Masa Renaissance
Renaissance mengandung pengertian  ‘dilahirkannya kembali’. Secara historis Renaissance adalah sebuah gerakan yang meliputi suatu zaman di mana orang merasa dirinya telah dilahirkan kembali dalam suatu keadaban. Masa Renaissance ditandai dengan adanya usaha untuk menghidupkan kembali kebudayaan Yunani-Romawi.
Pada masa Renaissance keberadaan teori mengenai tanda tidak mengalami inovasi yang berarti. Hal ini dikarenakan bahwa sebagian besar penelitian mengenai semiotika masih merupakan bagian dari perkembangan linguistik pada masa sebelumnya.

d. Zaman Modern
Perkembangan dari zaman kuno hingga Renaissance adalah zaman modern. Perkembangan yang penting pada zaman ini adalah mulai timbulnya ilmu pengetahuan alam modern berdasarkan metode eksperimental dan matematis. Pada zaman modern ini, muncullah berbagai tokoh pemikir yang mampu mengubah dunia terutama yang kemudian dikembangkan pada ilmu pengetahuan. Dalam kaitan dengan kebahasaan, pada zaman ini juga lahir filsafat analitika bahasa. Beberapa aliran yang muncul pada zaman ini, yaitu aliran rasionalisme, tokoh terkenalnya René Descartes (bapak filsafat modern), Aliran empirisme dengan tokohnya Thomas Hobbes, John Locke, dan David Hume. Aliran kritisisme Immanuel Kant serta August Comte sebagai pendiri paham positivisme.
Peletak dasar kemajuan perkembangan teori semiotik di era modern (sekitar abad 17) ada dua tokoh yang berjasa dalam bidang semiotik yaitu dua tokoh yang hidup sezaman di antaranya, yaitu seorang ahli linguistik, Ferdinand de Saussure (1857-1913) dari Benua Eropa dan seorang ahli filsafat, Charles Sanders Peirce (1839-1914) dari Benua Amerika. Keduanya mengemukakan sebuah teori yang secara prinsipial tidak berbeda. Saussure menyebut ilmu itu dengan nama semiologi, sedangkan Pierce menyebutnya semiotik (semiotics).
Perkembangan semiotik yang kemudian terlihat adanya kubu Saussure berkembang di Eropa dengan tokoh-tokoh seperti Hjelmslev, Roland Barthes, Gennette, Todorov, dan Kristeve. Sedangkan di kubu Charles Sanders Peirce yang berkembang di Amerika dengan tokoh Moris, Klaus, dan Umberto Eco. Model semiotik Saussure bersifat semiotik struktural sedangkan Peirce bersifat semiotik analitis. Ketidaksamaan antara keduanya tampaknya lebih disebabkan oleh kenyataan disiplin ilmu yang mereka geluti memang berbeda. Peirce memusatkan perhatian pada fungsinya tanda pada umumnya dengan menempatkan tanda-tanda linguistik pada tempat yang penting, namun bukan yang utama. Hal yang berlaku bagi tanda pada umumnya berlaku pula bagi linguistik, namun tidak sebaliknya. Sedangkan Saussure mengembangkan dasar-dasar teori linguistik umum. Kekhasan teorinya terletak pada kenyataan bahwa ia menganggap bahasa sebagai sebuah sistem tanda.

b)     Perkembangan Teori Semantik Saat Ini
Teori semiotik bersifat multidisiplin dan bersifat umum dan dapat diterapkan pada segala macam tanda. Semiotik dapat diterapkan pada bidang garapan linguistik, seni, sastra, film, filsafat, arkeologi, antropologi, arsitektur, dan lain-lain. Sedangkan perkembangan teori semiotik saat ini dapat dibedakan menjadi dua jenis semiotik, yaitu semiotik komunikasi (pengiriman dan makna informasi) dan semiotik signifikasi (pemahaman tanda-tanda serta interpretasinya).
Menurut Pateda (Sobur 2001:100-101) ada sembilan macam semiotik yang kita kenal sekarang ini, yaitu:
1.      Semiotik analitik, yaitu semiotik yang menganalisis sistem tanda.
2.      Semiotik deskriptif, yaitu semiotik yang memperhatikan sistem tanda yang dapat kita alami sekarang, meskipun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti yang disaksikan sekarang.
3.      Semiotik faunal/zoosemiotik, yaitu semiotik yang khusus memperhatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan.
4.      Semiotik kultural, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat tertentu.
5.      Semiotik naratif, yaitu semiotik yang menelaah sistem tanda narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan (folklore).
6.      Semiotik natural, yaitu semiotik yan khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh alam.
7.      Semiotik normatif, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh tanda yang dibuat manusia yang berwujud norma-norma, misalnya rambu-rambu lalu lintas.
8.      Semiotik sosial, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik berwujud kata ataupun kalimat.
9.      Semiotik struktural, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dimanifestasikan melalui struktur bahasa.

B.       Konsep Teori Semiotik
Semiotik (semiotika) adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial/masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti (Pradopo, 2013:119). Semiotik adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda (Hoed dalam Nurgiayantoro, 2013:67). Tanda adalah sesuatu yang mewakili yang lain yang dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan, dan lain-lain. Jadi, yang dapat menjadi tanda sebenarnya bukan hanya bahasa saja, melainkan berbagai hal yang melingkupi kehidupan ini walau harus diakui bahwa bahasa adalah sistem tanda yang paling sempurna. Tanda-tanda itu dapat berupa gerakan anggota badan, gerakan mata, mulut, bentuk tulisan, warna, bendera, pakaian, karya seni, sastra, lukis, patung, film, tari, musik, dan lain-lain yang berada di sekitar kehidupan kita. (Nurgiyantoro, 2013:67). Konsep teori semiotik tidak akan terlepas dari kedua tokoh yang sangat berjasa dalam bidang keilmuan ini, yaitu Ferdinand de Saussure dan Charles Sanders Peirce. Kedua konsep teori tersebut adalah sebagai berikut.
a.       Ferdinand De Saussure
Menurut Saussure, tanda (sign) terdiri dari: aspek material (Bunyi-bunyian dan gambar, dll.) disebut signifier/signifint atau penanda, dan aspek mental (konsep-konsep dari bunyi-bunyian dan gambar, dll.) disebut signified/signifie atau petanda. Dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk mengirim makna tentang objek dan orang lain akan menginterpretasikan tanda tersebut.
Serupa dengan Peirce yang mengistilahkan interpretant untuk signified dan object untuk signifier, bedanya Saussure memaknai “objek” sebagai referent dan menyebutkannya sebagai unsur tambahan dalam proses penandaan.

b.      Charles Sanders Peirce
Peirce mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning (trikotomi) yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object, dan interpretant.
a)        Tanda (sign)
Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Peirce terdiri dari Simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), Ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan Indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat).
b)        Objek
Acuan tanda ini disebut objek. Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.
c)         Interpretant
Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Hal yang terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang.
Contoh:  Saat seorang gadis mengenakan rok mini, maka gadis itu sedang mengomunikasi mengenai dirinya kepada orang lain yang bisa jadi memaknainya sebagai simbol keseksian.  Begitu pula ketika Nadia Saphira muncul di film Coklat Strowberi dengan akting dan penampilan fisiknya yang memikat, para penonton bisa saja memaknainya sebagai icon wanita muda cantik dan menggairahkan.
 
Ketiga trikotomi di atas dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut.
C.      Prinsip Teori Semiotik
Semiotik
Objek Karya Sastra
Objek Realita
Ilmu tentang sistem tanda.
(segala sesuatu yang ada di sekitar manusia adalah tanda yang memiliki makna)
Penggunaan tanda-tanda bahasa verbal dalam karya sastra
Penggunaan tanda-tanda dalam kehidupan nyata berupa tanda nonverbal dan penggunaan tanda bahasa dalam dunia nyata
kajian sastra yang bersifat saintifik
yang meneliti sistem perlambangan yang
berhubungan dengan tanggapan dalam karya.
Kajian teoretis yang meneliti sistem perlambangan yang berhubungan dengan dunia nyata.
Mengacu pada tanda  komunikasi dan struktural (penyampaian komunikasi dan tanda dalam struktur bahasa) dalam karya.
pemahaman tanda-tanda pada umumnya serta interpretasinya)/semiotik signifikasi


D.      Prosedur Penelitian dengan Metode Semiotik
Beberapa metode semiotik dalam penelitian sastra, yaitu sebagai berikut:
1.      Metode dengan pendekatan semiotika Charles Sanders Peirce
Peirce menjelaskan tiga unsur dalam tanda, yaitu Simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), Ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan Indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat).
Langkah-langkah :
a.       Menemukan objek/petanda dalam teks karya sastra
b.      Penemuan simbol, ikon, dan indeks yang ada dalam karya sastra tersebut
c.       kemudian menganalisis tanda untuk menentujan makna/interpretannya.
2.      Penelitian dengan pendekatan semiotik Michael Riffaterre
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam penemuan makna tanda dalam semiotika Riffaterre, yaitu sebagai berikut:
1)   Peneliti harus memahami konvensi sastra untuk menentukan makna tanda.
Studi semiotik sastra adalah usaha untuk menganalisis sistem-sistem tanda. Oleh karena itu peneliti harus menentukan konvensi-konvensi apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai makna. Karya sastra memiliki sitem yang memunyai konvensi-konvensi (perjanjian/kesepakatan masyarakat), contohnya dalam karya ada genre (jenis) dan ragam-ragamnya. Genre puisi memiliki ragam puisi lirik, pantun, soneta, dan sebagainya.  Genre puisi memiliki konvensi:
o  Konvensi satuan tanda seperti: kosa kata, bahasa kiasan (personifikasi, simile, metafora, dan metonimia)
o  Konvensi kebahasaan: bahasa kiasan, retorika, dan gaya bahasa
o  Konvensi ambiguitas (makna ganda) dan kontradiksi
o  Konvensi visual : bait, baris, sajak, dan tipografi
Demikian pula dalam genre prosa. Misalnya dalam novel harus dipahami konvensi-konvensinya:
o  konvensi dalam hal bentuk cerita dan sifat naratifnya. Misanya, plot, penokohan, latar, dan pusat pengisahan.
2)   Memahami ketidaklangsungan ekspresi dalam sastra.
Riffaterre berbicara dalam kaitannya pemaknaan dalam puisi, tetapi sesungguhnya dapat dikenakan juga pada prosa. Ketidaklangsungan ekspresi menurut Riffaterre dalam Pradopo (2013:124) mengemukakan bahwa disebabkan tiga hal, yaitu sebagai berikut:
a.     Penggantian arti (displacing of meaning)
b.    Penyimpangan arti (distorting of meaning)
c.     Penciptaan arti (creating of meaning)
3)   Metode pembacaan heuristik dan pembacaan hermeneutik
Untuk dapat memberi makna sajak (puisi) secara semiotik, pertama kali dapat dilakukan dengan pembacaan heuristik dan hermeneutik atau retroaktif (Riffaterre, dalam Pradopo, 2013:134). Pembacaan heuristik adalah pembacaan berdasarkan struktur bahasanya. Sedangkan pembacaan hermeneutik adalah pembacaan ulang (retroaktif) setelah membaca heuristik kemudian ditafsirkan secara  hermeneutik berdasarkan konvensi sastranya. Pembacaan ini dilakukan pada interpretasi hipogram potensial, hipogram aktual, model, dan matriks (Riffaterre, 1978:5). Proses pembacaan yang dimaksudkan oleh Riffaterre dapat diringkas sebagai berikut:
a.    Membaca untuk arti biasa.
b.    Menyoroti unsur-unsur yang tampak tidak gramatikal dan yang merintangi penafsiran mimetik yang biasa.
c.    Menemukan hipogram, yaitu mendapat ekspresi yang tidak biasa dalam teks.
d.   Menurunkan matriks dari hipogram, yaitu menemukan sebuah pernyataan tunggal atau sebuah kata yang dapat menghasilkan hipogram dalam teks.
Tentu saja masih ada cara/metode lain untuk menganalisis karya sastra dengan semiotik, namun dua metode di atas adalah metode utama dalam penelitian sastra dengan metode semiotik.

d.        Contoh Analisis Semiotik
a.       Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce Terhadap Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata
Tanda (Sign)
Objek (object)
Interpretasi (interpretant)
Ikon
Sekolah
-    Sekolah Muhammadiyah
(Sekolah Muhammadiyah digambarkan sekolah yang serba kekurangan, baik dari fasilitas maupun guru-gurunya)
-    Sekolah PN
(Sekolah PN merupakan sekolah yang memiliki fasilitas yang serba mewah)
penanda perbedaan sosial (miskin dan kaya)



Ikon
kostum tokoh
-  Kostum tokoh sekolah Muhammadiyah
(sederhana, apa  adanya, dan murahan)
-  Kostum tokoh sekolah PN
(kostum serba mewah)
- penanda sosial (miskin dan kaya)

Indeks
 pekerjaan tokoh

- tokoh berpendidikan rendah
    (tidak bekerja di PN Timah)
- tokoh berpendidikan tinggi
     (Bekerja di PN Timah)
-      Status pendidikan akan berpengaruh terhadap pemerolehan bidang pekerjaan

Indeks
gaya hidup
-   petinggi PN Timah Tinggal (di Gedong, yaitu perumahan mewah)
-   anak-anak sekolah Muhammadiyah
(di rumah kumuh)
-      Perbedaan gaya hidup masyarakat lapisan atas dan lapisan bawah.
Simbol
tokoh-tokoh Laskar Pelangi

-   Lintang

-   Ikal

-   Trapani, Lintang dan Tuk Bayan Tula
-   tokoh PN timah

-   tokoh laskar pelangi

-      Tokoh wanita yang ulet dan cerdas
-      Laki-laki yang ulet dan tokoh yang jatuh cinta.
-      Tokoh memiliki kecerdasan, ketampanan, dan kesaktian.
-      Gambaran ketidakadilan dan kekayaaan.
-      Sebagai gambaran  persahabatan.

b.     Analisis Puisi “Cintaku Jauh di Pulau” Karya Chairil Anwar dengan Pendekatan Semiotik Riffaterre
CINTAKU JAUH DI PULAU
Chairil Anwar
Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri

Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya.

Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja,”

Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!

Manisku jauh di pulau,
kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri.
1946

No.
Prosedur
Tindakan
Contoh Analisis
1.
Pembacaan heuristik

sajak dibaca berdasarkan struktur kebahasaannya. Untuk memperjelas arti, perlu diberi sisipan kata atau sinonim kata-katanya ditaruh dalam tanda kurung.
Cintaku ( telah) jauh di pulau,
gadis manis (itu), sekarang iseng sendiri (-an).
Perahu (yang) melancar, bulan (yang) memancar.
Di leher (telah) kukalungkan ole-oleh buat si pacar.
Angin (telah) membantu, laut (menjadi) terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya (ke tempat gadis manis).
Ket: Bait II
2.
Pembacaan Hermeneutik
pembaca ulang (retroaktif) setelah membaca heuristik kemudian ditafsirkan secara  hermeneutik berdasarkan konvensi sastranya
Ket: Bait kedua
Sang kekasih yang menempuh perjalanan jauh dengan perahu ingin menjumpai kekasihnya (gadis manis). Ketika cuaca pada saat itu bagus dan malam bulan yang bersinar. Namun sang kekasih gundah karena terasa tak sampai pada kekasihnya (gadis manis).
3
Menentukan Hipogram
Menentukan hubungan teks yang melatarbelakangi penciptaan teks tersebut.
Chairil Anwar Ia lahir dalam lingkungan keluarga dalam keluarga yang cukup berantakan. Sejak kecil, semangat Chairil terkenal kedekilannya. Seorang teman dekatnya Sjamsul Ridwan, pernah membuat suatu tulisan tentang kehidupan Chairil Anwar ketika semasa kecil. Menurut dia, salah satu sifat Chairil pada masa kanak-kanaknya ialah pantang dikalahkan, baik pantang kalah dalam suatu persaingan, maupun dalam mendapatkan keinginan hatinya. Keinginan dan hasrat untuk mendapatkan itulah yang menyebabkan jiwanya selalu meluap-luap, menyala-nyala, boleh dikatakan tidak pernah diam. Secara keseluruhan makna yang terkandung dalam puisi “Cintaku Jauh Di Pulau” adalah sekelumit gambaran hidup sang penyair (Chairil Anwar)
4
Menurunkan Matrik dari hipogram

Matrik merupakan sesuatu yang mendekati tema yang diturunkan dari hipogram

Bait 1 kasih tak sampai
Bait 2 Pesimis, Penyesalan
Bait 3 Penyesalan
Bait 4 kasih tak sampai
Bait 5 kasih tak sampai






E.        Daftar Pustaka

Barthes, Roland.2007. Petualangan Semiologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Hoed, Beny H. 2008. Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya. Depok: Fakultas IPS UI Depok

Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Pradopo, Rachmat Djoko. 2013. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, Dan      Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar


http://www.karyapuisi.com/2010/04/cintaku-jauh- dipulau.html#.VCYq0KDVFzs(6-10-2014)


http://bambangsukmawijaya.wordpress.com/2008/02/19/teori-teori-semiotika-sebuah-pengantar/ (6-10-2014)

http://nyakizza.blogspot.com/2012/07/sejarah-semiotika-history-of-semiotics.html (16-10-2014)

http://rendrakurniawan.wordpress.com/2010/07/19/sejarah-semiotika/ (16-10-2014)







Tidak ada komentar:

Posting Komentar