Teori
Semiotik
(Tugas
Makalah Kuliah Ilmu Sastra Umum)
Oleh
Abdul Basir (147835031)
Iva Nurchorisa (147835019)
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
PROGRAM PASCASARJANA
PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
KAJIAN
TEORI SEMIOTIK
A.
Fakta Semiotik
a)
Sejarah Perkembangan Semiotika dari Masa ke
Masa
Perkembangan
semiotika (ilmu tentang tanda) sudah dimulai dari zaman kuno, abad pertengahan,
zaman renaissance, dan memasuki zaman modern. Adapun perkembangan
semiotika tersebut, penulis jabarkan sebagai berikut:
a. Zaman Kuno
Para ahli semiotika yang hidup pada zaman kuno ini antara
lain Plato (427-347 SM), Aristoteles (384-322 SM), kaum Stoic (300-200
SM), dan kaum Epicureans (300 SM-abad pertama Masehi)
1) Plato (427-347 SM)
Menurut Plato, semiotika adalah
tanda-tanda verbal alami atau yang bersifat konvensional di antara masyarakat
tertentu, hanyalah berupa representasi tidak sempurna dari sebuah ide, kajian
tentang kata-kata tidak mengungkap hakikat objek yang sebenarnya karena dunia
gagasan tidak berkaitan erat dari representasinya yang berbentuk kata-kata, dan
pengetahuan yang dimediasi oleh tanda-tanda bersifat tidak langsung dan
lebih rendah mutunya dari pengetahuan yang langsung.
2) Aristoteles (384-322 SM)
Semiotika menurut Aristoteles adalah
tanda-tanda yang ditulis berupa lambang dari apa yang diucapkan, bunyi yang
diucapkan adalah tanda dan lambang dari gambaran atau impresi mental. Gambaran
atau impresi mental adalah kemiripan dari objek yang sebenarnya, dan gambaran
mental tentang kejadian atau objek sama bagi semua manusia tetapi ujaran tidak.
3) kaum Stoic (300-200 SM)
Menurut Bochenski (1669), Kaum Stoic
memiliki pemikiran mengenai teori tentang tanda yang mengaitkannya pada
tiga komponen pembentuknya, yaitu material atau penanda (signier), makna
atau petanda (signified), dan objek eksternal. Penanda dan objek
didefinisikan sebagai entitas material, sedangkan makna dianggap sebagai
sesuatu yang diinkorporasikan atau dimasukan ke dalamnya. Tanda dibagi
menjadi tanda commemorative dan indicative.
4) kaum Epicureans (300 SM-abad
pertama Masehi)
Teori yang
terkenal dari kaum ini adalah epistemiologi materialistis, yaitu segala
sesuatu yang kita rasakan adalah kesan yang diperoleh pikiran kita lewat
gambaran atom dari permukaan suatu objek yang nyata, atau dengan kata lain dari
materi ke konsep. Jadi, bahwa tanda sebagai data alamiah mempresentasikan
sesuatu yang tak dapat dilihat atau ditangkap secara indrawi.
b. Abad Pertengahan
Ciri utama pada
zaman abad pertengahan adalah masa keemasannya filusuf Kristiani, terutama Kaum
Patristik dan Skolastik. Pada abad ini perkembangan filsafat bahasa meuju pada
dua arah, yaitu dengan ditentukannya gramatika sebagai pilar pendidikan
bahasa Latin serta bahasa Latin sebagai titik pusat seluruh pendidikan. Kedua,
sistem pemikiran dan pendidikan filosofis pada saat itu sangat akrab dengan
Teologi, maka analisis filosofis diungkapkan melalui analisis bahasa.
Pendidikan abad
pertengahan dibangun dalam tujuh sistem sebagai pilar utamanya dan bersifat
liberal. Ketujuh dasar pendidikan liberal tersebut dibedakan atas Trivium
(tata bahasa, logika, serta retorik) dan Quadrivium (aritmatika,
geometrika, astronomi, dan musik).
c. Masa Renaissance
Renaissance mengandung
pengertian ‘dilahirkannya kembali’. Secara historis Renaissance
adalah sebuah gerakan yang meliputi suatu zaman di mana orang merasa dirinya
telah dilahirkan kembali dalam suatu keadaban. Masa Renaissance ditandai
dengan adanya usaha untuk menghidupkan kembali kebudayaan Yunani-Romawi.
Pada masa Renaissance
keberadaan teori mengenai tanda tidak mengalami inovasi yang berarti. Hal ini
dikarenakan bahwa sebagian besar penelitian mengenai semiotika masih merupakan
bagian dari perkembangan linguistik pada masa sebelumnya.
d. Zaman Modern
Perkembangan
dari zaman kuno hingga Renaissance adalah zaman modern. Perkembangan
yang penting pada zaman ini adalah mulai timbulnya ilmu pengetahuan alam modern
berdasarkan metode eksperimental dan matematis. Pada zaman modern ini,
muncullah berbagai tokoh pemikir yang mampu mengubah dunia terutama yang
kemudian dikembangkan pada ilmu pengetahuan. Dalam kaitan dengan kebahasaan,
pada zaman ini juga lahir filsafat analitika bahasa. Beberapa aliran yang
muncul pada zaman ini, yaitu aliran rasionalisme, tokoh terkenalnya René
Descartes (bapak filsafat modern), Aliran empirisme dengan tokohnya Thomas
Hobbes, John Locke, dan David Hume. Aliran kritisisme Immanuel Kant serta
August Comte sebagai pendiri paham positivisme.
Peletak dasar kemajuan perkembangan teori
semiotik di era modern (sekitar abad 17) ada dua tokoh yang berjasa dalam
bidang semiotik yaitu dua tokoh yang hidup sezaman di antaranya, yaitu seorang
ahli linguistik, Ferdinand de Saussure (1857-1913) dari Benua Eropa dan seorang
ahli filsafat, Charles Sanders Peirce (1839-1914) dari Benua Amerika. Keduanya
mengemukakan sebuah teori yang secara prinsipial tidak berbeda. Saussure
menyebut ilmu itu dengan nama semiologi, sedangkan Pierce menyebutnya semiotik
(semiotics).
Perkembangan semiotik yang kemudian terlihat
adanya kubu Saussure berkembang di Eropa dengan tokoh-tokoh seperti Hjelmslev,
Roland Barthes, Gennette, Todorov, dan Kristeve. Sedangkan di kubu Charles
Sanders Peirce yang berkembang di Amerika dengan tokoh Moris, Klaus, dan Umberto
Eco. Model semiotik Saussure bersifat semiotik struktural sedangkan Peirce
bersifat semiotik analitis. Ketidaksamaan antara keduanya tampaknya lebih
disebabkan oleh kenyataan disiplin ilmu yang mereka geluti memang berbeda.
Peirce memusatkan perhatian pada fungsinya tanda pada umumnya dengan
menempatkan tanda-tanda linguistik pada tempat yang penting, namun bukan yang
utama. Hal yang berlaku bagi tanda pada umumnya berlaku pula bagi linguistik,
namun tidak sebaliknya. Sedangkan Saussure mengembangkan dasar-dasar teori
linguistik umum. Kekhasan teorinya terletak pada kenyataan bahwa ia menganggap
bahasa sebagai sebuah sistem tanda.
b) Perkembangan Teori Semantik Saat Ini
Teori
semiotik bersifat multidisiplin dan bersifat umum dan dapat diterapkan pada
segala macam tanda. Semiotik dapat diterapkan pada bidang garapan linguistik,
seni, sastra, film, filsafat, arkeologi, antropologi, arsitektur, dan
lain-lain. Sedangkan perkembangan teori semiotik saat ini dapat dibedakan
menjadi dua jenis semiotik, yaitu semiotik komunikasi (pengiriman dan
makna informasi) dan semiotik signifikasi (pemahaman tanda-tanda serta
interpretasinya).
Menurut Pateda (Sobur 2001:100-101) ada
sembilan macam semiotik yang kita kenal sekarang ini, yaitu:
1. Semiotik analitik, yaitu semiotik yang
menganalisis sistem tanda.
2. Semiotik deskriptif, yaitu semiotik yang
memperhatikan sistem tanda yang dapat kita alami sekarang, meskipun ada tanda
yang sejak dahulu tetap seperti yang disaksikan sekarang.
3. Semiotik faunal/zoosemiotik, yaitu semiotik
yang khusus memperhatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan.
4. Semiotik kultural, yaitu semiotik yang khusus
menelaah sistem tanda yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat tertentu.
5. Semiotik naratif, yaitu semiotik yang menelaah
sistem tanda narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan (folklore).
6. Semiotik natural, yaitu semiotik yan khusus
menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh alam.
7. Semiotik normatif, yaitu semiotik yang khusus
menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh tanda yang dibuat manusia yang
berwujud norma-norma, misalnya rambu-rambu lalu lintas.
8. Semiotik sosial, yaitu semiotik yang khusus
menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik
berwujud kata ataupun kalimat.
9. Semiotik struktural, yaitu semiotik yang
khusus menelaah sistem tanda yang dimanifestasikan melalui struktur bahasa.
B. Konsep Teori Semiotik
Semiotik (semiotika) adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap
bahwa fenomena sosial/masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda.
Semiotik itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensi-konvensi
yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti (Pradopo, 2013:119).
Semiotik adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda (Hoed dalam
Nurgiayantoro, 2013:67). Tanda adalah sesuatu yang mewakili yang lain yang
dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan, dan lain-lain. Jadi, yang
dapat menjadi tanda sebenarnya bukan hanya bahasa saja, melainkan berbagai hal
yang melingkupi kehidupan ini walau harus diakui bahwa bahasa adalah sistem
tanda yang paling sempurna. Tanda-tanda itu dapat berupa gerakan anggota badan,
gerakan mata, mulut, bentuk tulisan, warna, bendera, pakaian, karya seni,
sastra, lukis, patung, film, tari, musik, dan lain-lain yang berada di sekitar
kehidupan kita. (Nurgiyantoro, 2013:67). Konsep teori semiotik
tidak akan terlepas dari kedua tokoh yang sangat berjasa dalam bidang keilmuan
ini, yaitu Ferdinand de Saussure dan Charles Sanders Peirce. Kedua konsep teori
tersebut adalah sebagai berikut.
a.
Ferdinand De Saussure
Menurut Saussure, tanda (sign) terdiri dari: aspek
material (Bunyi-bunyian dan gambar, dll.) disebut signifier/signifint
atau penanda, dan aspek mental (konsep-konsep dari bunyi-bunyian dan
gambar, dll.) disebut signified/signifie atau petanda. Dalam
berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk mengirim makna tentang objek
dan orang lain akan menginterpretasikan tanda tersebut.
Serupa dengan Peirce yang mengistilahkan interpretant
untuk signified dan object untuk signifier, bedanya
Saussure memaknai “objek” sebagai referent dan menyebutkannya
sebagai unsur tambahan dalam proses penandaan.
b.
Charles Sanders Peirce
Peirce mengemukakan teori segitiga makna atau triangle
meaning (trikotomi) yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign),
object, dan interpretant.
a)
Tanda (sign)
Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang
dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk
(merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Peirce
terdiri dari Simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), Ikon
(tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan Indeks (tanda yang muncul
dari hubungan sebab-akibat).
b)
Objek
Acuan tanda ini disebut objek. Objek atau
acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau
sesuatu yang dirujuk tanda.
c)
Interpretant
Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep
pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna
tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk
sebuah tanda. Hal yang terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna
muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang.
Contoh: Saat seorang gadis mengenakan
rok mini, maka gadis itu sedang mengomunikasi mengenai dirinya kepada orang
lain yang bisa jadi memaknainya sebagai simbol keseksian. Begitu pula
ketika Nadia Saphira muncul di film Coklat Strowberi dengan akting dan
penampilan fisiknya yang memikat, para penonton bisa saja memaknainya sebagai
icon wanita muda cantik dan menggairahkan.
Ketiga trikotomi di atas
dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut.
C. Prinsip Teori Semiotik
Semiotik
|
Objek Karya
Sastra
|
Objek Realita
|
Ilmu tentang sistem tanda.
(segala sesuatu yang ada di sekitar manusia adalah tanda yang memiliki
makna)
|
Penggunaan
tanda-tanda bahasa verbal dalam karya sastra
|
Penggunaan
tanda-tanda dalam kehidupan nyata berupa tanda nonverbal dan penggunaan tanda
bahasa dalam dunia nyata
|
kajian sastra yang bersifat saintifik
yang meneliti sistem perlambangan yang
berhubungan dengan tanggapan dalam karya.
|
Kajian teoretis yang meneliti sistem
perlambangan yang berhubungan dengan dunia nyata.
|
|
Mengacu pada tanda komunikasi dan struktural (penyampaian
komunikasi dan tanda dalam struktur bahasa) dalam karya.
|
pemahaman tanda-tanda pada umumnya serta
interpretasinya)/semiotik signifikasi
|
D. Prosedur Penelitian dengan Metode Semiotik
Beberapa metode semiotik
dalam penelitian sastra, yaitu sebagai berikut:
1. Metode dengan pendekatan semiotika Charles Sanders Peirce
Peirce menjelaskan tiga unsur dalam tanda, yaitu Simbol (tanda yang muncul dari
kesepakatan), Ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan Indeks
(tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat).
Langkah-langkah :
a. Menemukan objek/petanda dalam teks karya
sastra
b. Penemuan simbol, ikon, dan indeks
yang ada dalam karya sastra tersebut
c. kemudian menganalisis tanda untuk
menentujan makna/interpretannya.
2. Penelitian dengan pendekatan semiotik Michael Riffaterre
Ada tiga hal yang perlu
diperhatikan dalam penemuan makna tanda dalam semiotika Riffaterre, yaitu
sebagai berikut:
1) Peneliti harus memahami konvensi sastra untuk menentukan makna tanda.
Studi semiotik sastra
adalah usaha untuk menganalisis sistem-sistem tanda. Oleh karena itu peneliti
harus menentukan konvensi-konvensi apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai
makna. Karya sastra memiliki sitem yang memunyai konvensi-konvensi (perjanjian/kesepakatan
masyarakat), contohnya dalam karya ada genre (jenis) dan ragam-ragamnya. Genre
puisi memiliki ragam puisi lirik, pantun, soneta, dan sebagainya. Genre puisi memiliki konvensi:
o Konvensi satuan tanda seperti: kosa kata, bahasa kiasan (personifikasi,
simile, metafora, dan metonimia)
o Konvensi kebahasaan: bahasa kiasan, retorika, dan gaya bahasa
o Konvensi ambiguitas (makna ganda) dan kontradiksi
o Konvensi visual : bait, baris, sajak, dan tipografi
Demikian pula dalam genre prosa. Misalnya dalam novel harus dipahami
konvensi-konvensinya:
o konvensi dalam hal bentuk cerita dan sifat
naratifnya. Misanya, plot, penokohan, latar, dan pusat pengisahan.
2) Memahami ketidaklangsungan ekspresi dalam
sastra.
Riffaterre berbicara dalam kaitannya pemaknaan dalam
puisi, tetapi sesungguhnya dapat dikenakan juga pada prosa. Ketidaklangsungan
ekspresi menurut Riffaterre dalam Pradopo (2013:124) mengemukakan bahwa
disebabkan tiga hal, yaitu sebagai berikut:
a.
Penggantian
arti (displacing of meaning)
b.
Penyimpangan
arti (distorting of meaning)
c.
Penciptaan arti
(creating of meaning)
3) Metode pembacaan heuristik dan pembacaan
hermeneutik
Untuk dapat memberi makna sajak (puisi) secara semiotik, pertama kali dapat
dilakukan dengan pembacaan heuristik dan hermeneutik atau retroaktif
(Riffaterre, dalam Pradopo, 2013:134). Pembacaan heuristik adalah pembacaan
berdasarkan struktur bahasanya. Sedangkan pembacaan hermeneutik adalah pembacaan
ulang (retroaktif) setelah membaca heuristik kemudian ditafsirkan secara hermeneutik berdasarkan konvensi sastranya. Pembacaan ini
dilakukan pada interpretasi hipogram potensial, hipogram aktual, model, dan
matriks (Riffaterre, 1978:5). Proses pembacaan yang dimaksudkan oleh Riffaterre
dapat diringkas sebagai berikut:
a.
Membaca untuk arti biasa.
b.
Menyoroti unsur-unsur yang tampak tidak
gramatikal dan yang merintangi penafsiran mimetik yang biasa.
c.
Menemukan hipogram, yaitu mendapat
ekspresi yang tidak biasa dalam teks.
d.
Menurunkan matriks dari hipogram, yaitu
menemukan sebuah pernyataan tunggal atau sebuah kata yang dapat menghasilkan
hipogram dalam teks.
Tentu saja masih ada cara/metode lain untuk
menganalisis karya sastra dengan semiotik, namun dua metode di atas adalah
metode utama dalam penelitian sastra dengan metode semiotik.
d.
Contoh Analisis Semiotik
a. Analisis Semiotika Charles Sanders
Peirce Terhadap Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata
Tanda (Sign)
|
Objek (object)
|
Interpretasi (interpretant)
|
Ikon
Sekolah
|
- Sekolah Muhammadiyah
(Sekolah Muhammadiyah digambarkan sekolah
yang serba kekurangan, baik dari fasilitas
maupun guru-gurunya)
- Sekolah PN
(Sekolah PN merupakan sekolah yang memiliki
fasilitas yang serba mewah)
|
penanda perbedaan sosial (miskin
dan kaya)
|
Ikon
kostum tokoh
|
- Kostum tokoh sekolah
Muhammadiyah
(sederhana, apa adanya, dan murahan)
- Kostum tokoh sekolah PN
(kostum serba mewah)
|
- penanda sosial (miskin dan kaya)
|
Indeks
pekerjaan tokoh
|
- tokoh berpendidikan rendah
(tidak bekerja di PN Timah)
- tokoh berpendidikan tinggi
(Bekerja di PN Timah)
|
-
Status pendidikan akan berpengaruh terhadap pemerolehan
bidang pekerjaan
|
Indeks
gaya hidup
|
-
petinggi PN Timah Tinggal (di Gedong, yaitu perumahan
mewah)
-
anak-anak sekolah Muhammadiyah
(di rumah kumuh)
|
-
Perbedaan gaya hidup masyarakat lapisan
atas dan lapisan bawah.
|
Simbol
tokoh-tokoh Laskar Pelangi
|
-
Lintang
-
Ikal
-
Trapani, Lintang dan Tuk Bayan
Tula
-
tokoh PN timah
-
tokoh laskar pelangi
|
-
Tokoh wanita yang ulet dan cerdas
-
Laki-laki yang ulet dan tokoh yang jatuh
cinta.
-
Tokoh memiliki kecerdasan, ketampanan, dan
kesaktian.
-
Gambaran ketidakadilan dan kekayaaan.
-
Sebagai gambaran persahabatan.
|
b.
Analisis Puisi “Cintaku Jauh di Pulau” Karya
Chairil Anwar dengan Pendekatan Semiotik Riffaterre
CINTAKU JAUH DI
PULAU
Chairil Anwar
Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya.
Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja,”
Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau,
kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri.
1946
Chairil Anwar
Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya.
Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja,”
Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau,
kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri.
1946
No.
|
Prosedur
|
Tindakan
|
Contoh Analisis
|
1.
|
Pembacaan
heuristik
|
sajak dibaca berdasarkan struktur
kebahasaannya. Untuk memperjelas arti, perlu diberi sisipan kata atau sinonim
kata-katanya ditaruh dalam tanda kurung.
|
Cintaku (
telah) jauh di pulau,
gadis manis (itu), sekarang iseng
sendiri (-an).
Perahu (yang) melancar, bulan (yang)
memancar.
Di leher (telah) kukalungkan ole-oleh
buat si pacar.
Angin (telah) membantu, laut
(menjadi) terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya (ke
tempat gadis manis).
Ket: Bait II
|
2.
|
Pembacaan Hermeneutik
|
pembaca ulang (retroaktif) setelah membaca heuristik
kemudian ditafsirkan secara
hermeneutik berdasarkan konvensi sastranya
|
Ket: Bait
kedua
Sang kekasih
yang menempuh perjalanan jauh dengan perahu ingin menjumpai kekasihnya (gadis
manis). Ketika cuaca pada saat itu bagus dan malam bulan yang bersinar. Namun
sang kekasih gundah karena terasa tak sampai pada kekasihnya (gadis manis).
|
3
|
Menentukan Hipogram
|
Menentukan
hubungan teks yang melatarbelakangi penciptaan teks tersebut.
|
Chairil Anwar Ia lahir dalam lingkungan keluarga dalam
keluarga yang cukup berantakan. Sejak kecil, semangat Chairil terkenal
kedekilannya. Seorang teman dekatnya Sjamsul Ridwan, pernah membuat suatu
tulisan tentang kehidupan Chairil Anwar ketika semasa kecil. Menurut dia,
salah satu sifat Chairil pada masa kanak-kanaknya ialah pantang dikalahkan,
baik pantang kalah dalam suatu persaingan, maupun dalam mendapatkan keinginan
hatinya. Keinginan dan hasrat untuk mendapatkan itulah yang menyebabkan
jiwanya selalu meluap-luap, menyala-nyala, boleh dikatakan tidak pernah diam.
Secara keseluruhan makna yang terkandung dalam puisi “Cintaku Jauh Di Pulau”
adalah sekelumit gambaran hidup sang penyair (Chairil Anwar)
|
4
|
Menurunkan Matrik dari hipogram
|
Matrik merupakan sesuatu yang mendekati tema yang
diturunkan dari hipogram
|
Bait 1 kasih
tak sampai
Bait 2
Pesimis, Penyesalan
Bait 3
Penyesalan
Bait 4 kasih
tak sampai
Bait 5 kasih tak
sampai
|
E. Daftar Pustaka
Barthes, Roland.2007. Petualangan Semiologi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Hoed, Beny H. 2008. Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya.
Depok: Fakultas IPS UI Depok
Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Teori Pengkajian Fiksi.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Pradopo, Rachmat Djoko. 2013. Beberapa
Teori Sastra, Metode Kritik, Dan Penerapannya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
http://www.karyapuisi.com/2010/04/cintaku-jauh-
dipulau.html#.VCYq0KDVFzs(6-10-2014)
http://bambangsukmawijaya.wordpress.com/2008/02/19/teori-teori-semiotika-sebuah-pengantar/
(6-10-2014)
http://nyakizza.blogspot.com/2012/07/sejarah-semiotika-history-of-semiotics.html
(16-10-2014)
http://rendrakurniawan.wordpress.com/2010/07/19/sejarah-semiotika/
(16-10-2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar